Rabu, 06 Oktober 2010

I Vote Faith for Happiness

Pernah mempertanyakan keberadaan Tuhan?
Boro2, mending mikirin tugas yang belom kelar2, mending waktunya dipake buat nyari duit ngasih makan keluarga daripada buat ngerenung mikirin Tuhan, Tuhan aja belum tentu mikirin kita!
Ini merupakan hasil Interview gw ketika melakukan eksplorasi terhadap tingkat 'Ke-ber-Tuhan-an' masyarakat untuk memenuhi mata kuliah Katolik disemester-semester yang lalu. Subjeknya adalah Seorang pemulung dan mahasiswa teknik. Gw dapet C sih untuk mata kuliah ini, selain karena cuma semangat waktu bikin tugas eksplorasi, tapi gak niat waktu UAS, maka gw berakhir dengan nilai C! Untunglah kata bokap, gw gak perlu mengulang dan semakin mengkristenisasi diri gw lagi. Tapi karena gw rajin, gw mau benerin lagi tapi mau ngambil Fenom, mudah2an aja gw gak berakhir sebagai Atheis setelah ngambil kuliah itu.
hahaha

Pernah gak sih ngerasa pengen banget nyerita (curhat) ke orang tentang masalah kita, tapi gak bisa menemukan teman yang tepat untuk bercerita karena orang yang kita ajak untuk mendengarkan curahan hati kita biasanya malah lebih banyak bicara dan memberikan pandangannya terhadap apa yang kita hadapi, sehingga baru aja kita bicara satu kalimat, dia sudah menimpali dengan satu paragraf. Padahal yang kita butuhkan itu seorang pendengar, bukan komentator.

Pernah gak sih dapet masalah yang besar, kita gak tau bagaimana harus ngehadepinnya. Kita gak tau siapa yang bisa diandalkan dan diminta bantuannya untuk menyelesaikan masalah ini saking beratnya, lantas kita memutuskan untuk duduk ditempat ibadah, dan berdoa kepada Tuhan agar dibantu dan diberi kemudahan dalam menghadapi masalah, padahal kita bukan orang yang religius dan bahkan kita sendiri tidak yakin akan eksistensi dari Tuhan itu sendiri.

Entah bagaimana menjelaskan proses yang terjadi disini, tapi sekuat apapun manusia mengingkari adanya Tuhan, mereka secara sadar atau tidak, ketika dihadapkan pada masalah yang tidak dapat tertangani mereka akan berharap akan datangnya tangan-tangan yang tidak kelihatan (Invisible Hands, kayak di ilmu ekonomi) untuk turun dan menyentuh mereka dengan sedikit kejaiban.

What's wrong with me? di post sebelumnya gw ngomong soal politik, sekarang gw sok berfilosofis sedangkan gw gak pernah ikutan kelas filosofi (padahal pengen tapi telat daftar mulu). ngak, gw gak akan bahas soal Tuhan, cinta, filsuf, ngak!

Gw baru nonton lagi film The Invention of Lying.
The Invention of Lying adalah film tentang sebuah kehidupan modern yang tidak mengenal Kebohongan, bahkan gak ada yang namanya fiksi, rekaan atau efek. Semua yang ditampilkan oleh manusia merupakan apa adanya yang ada dipikiran mereka. nah di dunia tanpa kebohongan ini ternyata hanya ada satu manusia yang dapat melakukan dan mengucapkan kebohongan. Masalahnya semua yang dikatakan oleh dia, akan serta merta dipercaya oleh orang-orang disekitarnya. Awalnya dia mulai dengan kebohongan2 kecil untuk menang judi kasino, menulis cerita fiksi pertama yang pernah ada sedangkan orang-orang berfikir bahwa hal yang diucapkan orang ini benar2 terjadi. Nah masalah yang lebih besar lagi muncul ketika dia menghadapi Ibunya yang sedang menuju ajal. sang Ibu ketakutan akan kematian, dia merasa belum siap menghadapi dunia tanpa apapun, hanya kekosongan (Nothingness), anaknya yang tidak kuasa melihat Ibunya meninggal dalam ketakutanpun kembali berbohong. Dia mengatakan bahwa yang selama ini orang katakan mengenai kematian itu bohong, di alam bawah sana orang-orang hidup bahagia, semua orang punya rumah megah dan Ibunya akan dapat bertemu lagi dengan sang ayah. Ini adegan ketika sang Ibu menjelang kematian.



Setelah kejadian ini, berita menyebar mengenai pria yang disebut-sebut mengetahui kehidupan setelah kematian. Dan cerita tentang way of believe ini pun berlanjut, kamu harus nonton sendiri deh.

Sebelum nonton (lagi) the Invention of Lying, gw sempet dikirimin sebuah film judulnya Zeitgeist. Sebuah film dokumenter yang (menurut gw) menceritakan asal-usul agama dan bagaimana akhirnya 'isu' agama ini dibuat menjadi alat untuk memperoleh Wealth oleh sekelompok orang tertentu.

Gw gak bisa ngejelasin apa yang ada dipikiran gw, pokoknya intinya gini. Kedua film ini entah bagaimana berhubungan, mereka menyampaikan asal-usul System of Believe yang manusia kenal saat ini, di kedua film ini mempunyai sebuah kesamaan yaitu secara gak langsung (di film The Invention of Lying) dan secara langsung (Zeitgeist) mengisyaratkan bahwa kepercayaan manusia akan Tuhan atau adanya makhluk yang lebih berkuasa dan memiliki kekuatan untuk mengontrol manusia (dalam The Invention of Lying disebut Man In The Sky)berasal dari sebuah OMONG KOSONG.

Tapi yang gak bisa dipungkiri disini, kepercayaan akan adanya Makhluk yang melihat perbuatan kita, adanya kehidupan setelah kematian, membuat kita memiliki kesadaran sosial, kita tidak penah merasa sendiri karena dimanapun kita, ketika kita ditinggalkan teman, pacar, keluarga, kita punya Man in The Sky yang selalu mengawasi kita, keyakinan ini membuat kita merasa bahagia bahwa pada akhirnya ketika kita meninggal kita tidak akan berujung pada nothingness (kekosongan).

Gw gak peduli apakah tuhan itu ada atau tidak ada, pada akhirnya. Yang paling penting buat gw adalah perasaan bahagia dan aman karena ketika teman gak bisa dipercaya, dikhianati, ditinggalkan, ada Tuhan yang bisa gw percaya buat memegang rahasia gw.

Pernah ada yang nanya agama gw, soalnya dia liat di account FB gw nulisnya Religion: I am a God Lover.
ini obrolan kita:
XXX: Lhy lu islam?
Lhya : bisa dibilang begitu
XXX : kok gitu? tapi lu solat kan...
Lhya : Gw Islam, tapi gw gak mengeksklusifkan diri sebagai Islam sebagaimana Islam.
XXX : Gw gak ngerti! kalo gitu Tuhan lu siapa?
Lhya : Uda gw tulis kan, Gw adalah God Lover. Bagi gw semua yang indah adalah perwujudan Tuhan. Sunrise itu tuhan, embun di atas daun ketika pagi itu tuhan, kecantikan-ketampanan itu karya tuhan. Gw mencintai Tuhan dalam berbagai bentuk. mungkin gw harus bersyukur juga karena di Islam, Tuhan tidak memiliki rupa sehingga membebaskan gw menginterpretasi ketika melihat tuhan.
XXX : Tapi lu solat kan ya! itu artinya lu melihat Tuhan sebagaimana orang muslim melihat Tuhannya.
Lhya: Errrr dia nanya lagi. Apa yang lu lakuin klo lu lagi bingung atau ngadepin masalah?
XXX : Gw ngerokok, minum, ngobrol...
Lhya : ketika ngerokok, minum, ngobrolin ama temen lu ngerasa terbebas dari masalah lu kan? walaupun sifatnya cuman sementara, ketika rokok lu habis, mabok lu ilang, temen lu pulang, masalah lu balik lagi kan? tapi lu sempet berasa bahagia, senang terbebas. Itu hal yang sama gw rasakan ketika gw solat.
XXX: emang lu cuman solat ketika punya masalah doang?
Lhya : ngak juga sih. Ketika kondisi normal pun gw solat. Gw solat karena gw butuh untuk percaya bahwa bahwa gw punya alasan untuk berbuat baik, gw butuh sesuatu untuk mengingatkan gw untuk menjauhi hal2 negatif bahkan untuk sesuatu yang masih belum jelas keberadaannya seperti Tuhan. Gw butuh untuk percaya, dan ketika gw percaya, Gw seneng. Bukannya hidup itu untuk mencari kesenangan dan ketentraman? jadi kalau dengan begini bisa bikin gw seneng, gw gak masalah apakah Tuhan itu benar2 ada atau ngak.

Gw gak berusaha mempengaruhi cara berfikir orang yang baca posting ini. Ini cuman, yaaah...salah satu wacana aja....
sebelum kita bertambah tua, menjelang manula, dan menjadi Idealis dalam beragama, kenapa kita gak berfikir sedikit 'nakal'???

1 komentar:

  1. wkwkwkw itu ga disebutin itu zeitgeist film dari siapa?? hha lhya jarang solat kudu di pasntrenkeun. wkwkw

    BalasHapus